ARTIKEL 3
Jangan Kamu Beri Aku Ikan, Karena Aku Hanya Akan Bisa Makan Hari Ini Saja Tapi Berilah Aku Kail Maka Aku Akan Bisa Makan Sepanjang Hayat Mengingat Indahnya Di Puncak Masih Lebih Indah Proses Untuk Mencapai Puncak.
Dalam tulisan ini ada tiga hal yang perlu untuk didefinisikan terlebih dahulu yaitu, yang pertama; Belajar adalah rangkaian kegiatan yang unik dengan mengoptimalkan seluruh kecerdasan baik itu kecerdasan intelegensi maupun kecerdasan emotional. Harus diakui bahwa pendekatan terhadap potensi kecerdasan anak di Indonesia masih menggunakan teori Renzulli.
Yang kedua, Total adalah kemampuan mengoptimalkan seluruh kecerdasan yang dimiliki secara terampil, optimal, terarah dan mempunyai orientasi yang jelas sehingga menghasilkan (Lulus) sesuatu yang sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki. Mengingat pentingnya pencapaian optimal sebuah proses belajar senantiasa dimulai dari diri sendiri karena yang memahami dan mengetahui apa yang hendak diraih adalah diri sendiri.
Ketiga definisi prestasi puncak adalah sukses, bahagia disaat kita bisa dekat dengan Tuhan kita. Dan masih banyak lagi pandangan yang tidak mungkin bisa disebutkan satu persatu, misalnya, menjadi kaya, menjadi juara, menjadi bintang yang ternama, dan seterusnya. Dalam tulisan ini, kami memiliki pandangan bahwa prestasi puncak adalah menjadi yang terbaik pada bidangnya. Mengingat tidak ada orang yang memiliki prestasi puncak di semua bidang. Karena tidak ada orang yang sempurna dan setiap orang dibekali kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hanya terkadang sebagian diantara kita lebih suka membicarakan tentang kekurangannya sehingga mereka terlena akan potensi kelebihan yang dimiliki.
1. Kecerdasan Alamiah
Setiap orang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang berbeda. Bakat adalah kemampuan inherent dalam diri seseorang, dibawa sejak lahir dan terkait dengan struktur otak. Bakat merupakan kecerdasan alamiah yang dimiliki oleh setiap orang, sehingga bakat setiap orang berbeda-beda itu berarti bakat menjadikan seseorang unik bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Bakat merupakan kemampuan inherent, maka ia berupa potensi yang harus dikembangkan agar bisa terwujud menjadi suatu prestasi atau kompetensi. Bakat seseorang tidak akan bermakna dan tidak akan berarti jika tidak disentuh sama sekali. Maka cara terbaik untuk menyentuhnya adalah dengan mengenalinya terlebih dahulu, kemudian baru dikembangkannya melalui serangkaian pengalaman, pendidikan dan pelatihan sebagai bagian dari suatu stimulasi yang dapat merangsang bakat untuk berkembang.
Potensi alamiah (Innate potential) seseorang akan bakat, kecerdasan, dan kecenderungan memang diakui keberadaannya. Masing-masing orang akan menampilkan perfomanya tidak akan lepas dari seputar potensi bawaannya. Persoalannya, tidak mudah melihat bakat seseorang tanpa kesungguhan dan konsistensi pengamatan serta pengukuran yang akurat. Jadi bakat bawaan setiap orang tidak perlu lagi diperdebatkan, yang lebih penting adalah bagaimana mengetahui bakat. Harus diakui bahwa pendekatan terhadap kecerdasan alamiah anak di Indonesia masih menggunakan teori Renzulli.
Di sana dijelaskan bahwa anak yang potensi kecerdasan intelegensi tinggi adalah IQ di atas rata-rata. Nilai dari hasil rata-rata baik ; verbal, logika, numeric, task commitment dan kreativitas; kurang dari 80 sampai dengan di atas 140 merupakan bentuk keseragaman potensi kecerdasan. Bisa diibaratkan membuat rata-rata obyek yang berbeda sehingga tidak punya satuan karena merupakan penjumlahan satuan yang berbeda-beda. Dan ternyata sampai saat ini belum ada yang menyangkal, tentu akan lebih bijak jika pihak pendidik dan yang berkecimpung di dunia pendidikan serta masyarakat memulai dengan pendekatan multidemensi yang dinamis dan dapat menjangkau perkembangan tidak hanya dari segi kognitifnya saja tapi dari berbagai segi.
2. Pola Asuh Usia Dini (Pendidikan dari Rumah)
Pola asuh usia dini diyakini lebih efektif dibandingkan dengan usia-usia berikutnya. Mengingat mendidik tidak saja mentransfer ilmu melainkan juga nilai-nilai. Secara psikologis anak dalam kesehariannya akan mendapatkan 460 kata-kata negatif dan 75 kata-kata positif, sehingga pola asuh anak usia dini akan lebih efektif jika dimulai dari rumah. If you want some body to do or not to do you must be an example, pakar pendidikan. Kita akan lebih efektif jika bersedia menjadi contoh dari pada sekedar memberi contoh anak-anak kita. Pendidikan yang paling bermutu diyakini bermula dari rumah. Bagaimana seorang bapak mengelola waktu untuk dirinya dan untuk keluarganya sudah cukup menjadi pelajaran "profitable time management" buat anak-anaknya. Bagaimana seorang ibu dengan sabar mengelola uang belanja terbatas yang dirasakan dampaknya oleh seluruh anggota keluarga, sudah lebih dari cukup menjadi pembelajaran ekonomi riil buat anak-anaknya.
Sekolah adalah manifestasi kelanjutan proses belajar dari rumah. Guru ibarat derigent sebuah orchestra pembelajaran tanpa batas. Konvensi PBB tentang Hak Anak menghormati hak pendidikan sebagai hak fundamental anak. Pendidikan anak harus tetap mengacu pada norma yang berbasis keragaman kesempatan,ini dapat dimaknai bahwa keragaman bukan berarti pendidikan tidak bisa diberlakukan secara sama terhadap setiap anak karena mereka punya potensi yang berbeda. Mereka individu yang merdeka dan unik. Mereka punya pesona yang beraneka ragam. Sehingga perlu disiapkan perlu pola asuh yang variatif merupakan jawaban untuk itu semua.
3. Proses Pendidikan Sekolah
Hakikat belajar adalah adanya perubahan perilaku pada diri orang yang belajar. Tidak hanya tambah pengetahuan melainkan perilaku yang dijadikan ukuran. "Learning always involves a change in the person who is learning," kata Nicolich dan Wolfolk. Pengalaman merupakan aspek penting dari belajar, perubahan yang terjadi pada siswa setelah belajar harus dari pengalaman. Bukan dari mendapatkan informasi sepihak. Dengan begitu seharusnya pemberian pengalaman pada siswa didesain secermat mungkin agar bisa mengakomodir tingkat kedewasaan dan emosional siswa.
Guru dan siswa di kelas adalah dua pihak yang terintegrasi dalam upaya membangun proses belajar yang interaktif. Kedua pihak mempunyai factor andil keberhasilan masing-masing. Guru dengan metode yang diplihnya ditambah komimen untuk sharing, sementara siswa dengan latar belakang keluarga yang memang terbiasa interaktif di rumah. Sekurang-kurangnya ada enam hal yang harus diyakini sebagai ciri belajar yang memberdayakan. Pertama hakikat pembelajaran, kedua teknik dan metode pembelajaran, ketiga prinsip pembelajaran, keempat manajemen kelas efektif, kelima teori-teori belajar dan yang keenam profesionalisme dalam pembelajaran.
Setiap guru/pendidik mempunyai pemahaman yang berbeda-beda terhadap ragam pembelajaran, yang kita pahami sekarang ini salah satunya adalah metode kontektual. Prof.Dr. Arief Rahman secara getol memperjuangkan metode ini. Dalam metode ini siswa diajarkan untuk kreatif, dimungkinkan bisa memberikan jawaban yang berbeda dengan guru. Siswa dipacu untuk mencari dan mencari dari pada menerima secara sepihak dari guru. Guru dituntut untuk terbuka terhadap hal-hal yang baru dan menerima perbedaan sebagai keniscayaan. Pendekatan yang digunakan pun lebih personal dalam rangka pengembangan sosial-emosi-kognitif secara integratif. Jika metode ini dikembangkan kelak akan tercipta atmosfir kreatif pada para siswa. Persoalannya kembali pada guru dan sekolah. Siap dan bersediakah untuk sedikit lebih terbuka, proaktif dan akomodatif terhadap perubahan.
4. Mencetak Prestasi Puncak dari Rumah
Prestasi anak adalah idaman kita sebagai orang tua. Setiap keluarga merumuskan prestasi dan idaman putranya bisa berbeda-beda. Paling tidak kita sepakat ada tiga idaman orang tua untuk anaknya. Pertama anaknya pintar, kedua sehat dan yang ketiga taat kepada orang tuanya dan agamanya. Demikian sebaliknya kita punya tiga ketakutan yakni negasi dari ketiga hal tersebut; yakni sakit-sakitan, bodoh dan nakal. Sekalipun hal tersebut bersifat umum namun prestasi macam apapun harus bermuara pada integrasi dari tiga hal itu. Di depan telah disinggung bahwa anak kita terlahir dengan membawa bakat yang berbeda. Karena potensi bawaannya berbeda tentu pemfasilitasannya pun harus berbeda guna mencapai prestasi yang optimal.
Untuk menghantarkan anak-anak kita ke puncak prestasi diperlukan kombinasi antara kepintaran, kecerdasan, dan bakat mereka. Kepintaran adalah kemampuan menyerap informasi. Ketika anak mampu membaca dan mengambil ilmu pengetahuan yang diserapnya, maka dia cukup pintar. Kepintaran akan berhenti di situ. Orang pintar akan banyak memiliki pengetahuan yang kadang terhambat dalam pengambilan keputusan. Kecerdasan adalah kemampuan mengelola kepintaran. Orang sukses tidak mesti pintar melainkan punya kemampuan mengelola orang pintar. Kecerdasan membuat anak kita mengetahui kepintaran orang yang cocok mengerjakan jenis pekerjaan tertentu. Sedang bakat adalah potensi bawaan yang memunculkan keunikan. Orang berbakat dalam bidang tertentu selalu bisa menghadirkan perbedaan. Dia bisa melihat hal yang sama tapi berpikir dengan cara yang berbeda dan unik. Ada yang berpendapat bahwa bakat bisa muncul dalam bentuk kreativitas. Kreativitas menghasilkan inovasi dalam bidangnya. Orang yang kreatif dengan mudah "stand out of the crowd", tampil mempesona dengan penuh percaya diri.
Paling gampang yang bisa kita amati dari anak kita adalah modalitas belajarnya. Dari informasi para ahli anak kita mempunyai tiga modalitas belajar; visual, auditorial dan kinestetik. Kedekatan ibu/bapak pada anaknya sangat memudahkan mengenali modalitas apa yang dimiliki anaknya. Modalitas belajar visual mengacu pada kesukaan dan kepekaan pada pengelihatannya. Indera pengelihatannya sangat dominan menerima, menyikapi dan menyimpan dibandingkan indera yang lain. Modalitas auditorial mengacu pada indera pendengarannya, dan modalitas kinestetik mengacu pada indera perabaannya. Di lapangan ditemukan ada yang sangat dominan salah satu inderanya di samping ada juga yang secara merata ketiganya. Ada pula yang dua menonjol sementara indera satunya lamban bahkan cenderung bebal. Variasi modalitas ini mesti dipahami sebagai titik tolak belajar serta acuan pemenuhan kebutuan atas rangsangan belajarnya.
Di samping mengenali modalitas belajarnya dicari pula kecerdasan majemuknya. Kecerdasan majemuk yang diperkenalkan oleh Howard Gardner meliputi delapan aspek yang sama-sama telah kita kenal. Kedelapan aspek tersebut berturut-turut adalah; Logika Matematika, Bahasa, Intrapersonal, Interpersonal, Kinestetik Jasmani, Visual Ruang, Musikal dan Naturalis. Dengan mengetahui kecerdasan mana yang menonjol dapat dengan lebih presisif mengarahkan, memilihkan kursus dan ketramplan yang menunjang. Di lapangan terbukti orang-orang sukses yang tidak ada hubungannnya dengan education-background-nya ternyata bakatnya memang sesuai dengan prestasinya sekarang. Itulah sebabnya banyak orang berpendapat bahwa prestasi puncak berasal dari rumah dengan menemukan bakatnya.
Karena prestasi puncak adalah menjadi yang terbaik pada bidangnya maka tugas kita berikutnya adalah menentukan (bukan sekedar memilih) bidang apa yang akan kita dalami ? Dan profesi apa yang akan kita sarankan (bukan sekedar kita harapkan) pada anak-anak kita ? Itulah pentingnya mengenali bakat / potensi pada diri anak-anak kita terlebih dahulu. Pendidikan adalah proses stimulasi suatu potensi agar seseorang dapat mewujudkan suatu prestasi. Dan pelatihan adalah proses aktivasi suatu potensi agar memiliki kompetensi. Agar pendidikan dan pelatihan menjadi lebih efektif (tepat sasaran) dan lebih efisien (hemat biaya) maka tidak ada pilihan lain kecuali kita harus fokus. Mayoritas orang besar awalnya adalah spesialis, kemudian fokus dan selalu mengadakan perbaikan, temukan talenta kita lalu poleslah sekuat tenaga secara lebih fokus. Nah apakah pendidikan yang diberikan kepada anak-anak kita selama ini sudah fokus ? Apakah sudah jelas arahnya ? Jika sudah fokus, maka fokus dibidang apakah yang kita sarankan ? Jika sudah kita sarankan apakah akan sesuai dengan tantangan zamannya kelak ?.
Oleh : Joko Priyono, S.Si. - Koordinator Marketing Primagama Ponorogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar